Lelaki pemersatu jazirah dan kepulauan di tenggara sulawesi itu adalah
Raja Buton ke-6, Sultan Buton I, bergelar Sultan Muhammad Isa Kaimuddin Khalifatul Khamis. Di Muna dia dikenal sebagai Lakilaponto. Konon pula di daratan Konawe dia adalah lelaki bergelar La Tolaki-Haluoleo. Setelah wafat, dia lebih dikenal dengan gelarnya sebagai Murhum: Sultan Murhum.
Selama hampir setengah abad, lebih kurang 46 tahun, dia berhasil mempersatukan jazirah tenggara sulawesi dan kepulauan sekitarnya dalam sebuah nation yang disebut Kesultanan Buton. Kedaulatannya terbentang mulai dari Selayar di Barat hingga Luwuk Banggai di Timur. Kedaulatan Kesultanan Buton tersebut yang bercorak sistem pemerintahan berlandaskan syariat Islam pada masa itu dikenal dan diakui oleh negara kesultanan yang lain di nusantara.
Bahkan di jaringan kekhalifahan kesultanan dunia. Ketika itu Khilafah
Islamiah di Turki-Istambul (Kesultanan Otsmaniah) sebagai pusat
pemerintahan Islam mengakui kedaulatan Kesultanan Buton sebagai nation yang berdaulat, menjalankan secara penuh syariat Islam dalam sistem pemerintahannya. Oleh Khalifah Otsmaniah, Sultan Buton dianugerahi gelar Khalifatul Khamis—sebuah gelar yang umum digunakan oleh para sultan dalam jaringan kekhalifahan Otsmaniah.
Siapakah gerangan lelaki itu? Begitu melegendanya
dia. Dalam sejarah Buton-Muna, dia adalah anak dari Sugimanuru, Raja
Muna ke-3. Ibundanya bernama Watubapala, cucu dari Raja Buton ke-3
bergelar Batara Guru. Jadi La Kilaponto adalah cicit dari Batara Guru.
Syahdan, ketika masih remaja, suatu pagi dia duduk
bersimpuh di hadapan ayahandanya. Diceritakannya tentang mimpinya
semalam yang menggundahkan hatinya. Ia melihat dirinya dalam penampakan
yang besar sekali. Dalam posisi berjongkok kedua lututnya bertumpu, berlutut di Buton. Muna di bawahnya. Dan kedua tangannya menjangkau daratan Konawe dan Moronene. Mendengar penuturan puteranya itu raja Sugimanuru tertegun. Sejurus kemudian ia berkata: “Daerah-daerah itu adalah negeri-negeri leluhurmu…”.
Tatkala beranjak remaja, oleh ayahandanya, Sugimanuru,
dia dikirim untuk belajar adat, ilmu keksatriaan dan ketatanegaraan di
Kerajaan Buton. Ketika itu kerajaan Buton adalah sebuah kerajaan yang
telah memiliki sistem dan pranata ketatanegaraan yang lengkap pada masanya. Kelengkapan sistem pranata ketatanegaraan tersebut adalah sebagai konsekuensi kerajaan yang berada dalam jaringan kerajaan nusantara di tanah Jawa: Kerajaan Majapahit. Bagaimana tingkat peradaban kerajaan Buton kala itu? Naskah purbakala bertarikh sekitar tahun 1365 M, Kitab
(Kakawin) Negara Kertagama tulisan Mpu Prapanca dalam pupuh LXXVII
mendeskripsikan kerajaan Buton sebagai berikut: “Buton adalah daerah
keresian, dijumpai lingga, di dalamnya (kerajaan) terbentang taman, terdapat saluran air (drainase) dan rajanya bergelar Yang Mulia Maha Guru...”. Tua Rade alias Tuan Raden, Raja Buton ke-4, putra Raja Manguntu (Batara Guru, Raja Buton ke-3) ketika pulang berkunjung dari negeri leluhurnya di Majapahit, dihadiahkan oleh Raja Majapahit sejumlah perlengkapan adat, bendera perang, sejumlah peralatan kesenian terbuat dari kuningan dan ilmu ketatanegaraan yang diterapkan layaknya di Majapahit. Tuan Raden dikenal juga dengan gelarnya: Sangia Sara Jawa.
Demikianlah, La Kilaponto kecil ditempa di Belo Baruga (semacam lembaga kaderisasi kepemimpinan) dalam lingkungan kerajaan Buton. Tatkala itu Raja Buton ke-6 Rajamulae bergelar Sangia yi Gola (yang manis bagai gula), yang juga adalah pamannya, diam-diam mengawasi kemanakannya yang memiliki potensi bakat tersebut.
Kelak setelah beranjak dewasa La Kilaponto dalam riwayat
hidupnya banyak menorehkan warna. Tatkala diutus ke daratan Sulawesi
guna mememadamkan ekspansi kerajaan Mekongga terhadap kerajaan Konawe
dia sempat menikah di sana. Pernikahannya dengan putri kerajaan Konawe membuahkan tiga orang putri: Wa Konawe, Wa Poasia dan Wa Lepo-Lepo. Disini pula La Kilaponto yang atas jasanya memadamkan ekspansi kerajaan Mekongga maka dia dikukuhkan oleh sara mokole Konawe sebagai raja Konawe. La Tolaki-Haluoleo, demikian gelar yang diabadikan tatkala selama delapan hari delapan malam sara
Konawe berunding, bermusyawarah membulatkan suara guna mengukuhkannya
sebagai raja Konawe. Ketika La Kilaponto hendak kembali ke Muna-Buton
menemui ayahandanya dan pamannya—dalam perjalanan dari Konawe melalui
Tinanggea, tanpa sengaja dia bertemu wanita yang sangat memikat hatinya dan akhirnya dinikahinya pula. Belakangan, di kemudian hari wanita tersebut diketahui ternyata adalah saudara tirinya (bernama Wa Pogo alias Wa Karamaguna). Kejadian ini membuat murka ayahandanya, Raja Muna. Dia kemudian diusir, diharamkan menginjakkan kakinya di bumi Muna maupun Buton.
Betapa malangnya lelaki itu. Namun disatu sisi betapa beruntungnya dia. Oleh ayahandanya Sugimanuru maupun pamannya Sangia yi Gola, Raja Buton, dia diperbolehkan menuju ke Selayar selama pengasingannya. Selayar adalah negeri leluhurnya juga. Di Selayar bibinya yang bernama Wa Maligano (putri Raja Muna ke-2 Sugilaende) adalah permaisuri dari penguasa, Opu Selayar bergelar La Pati Daeng Masoro. Adapun adiknya yang telah dinikahinya diasingkan di pulau Kadatua. Begitu besarnya perhatian dan kasih sayang Sangia yi Gola terhadap para kemanakannya, La Kilaponto dan Wa Karamaguna. Dan mengingat pengabdian La Kilaponto selama belajar di Buton, Sangia yi Gola mengutus beberapa pengawal dan dayang-dayang mendampingi dan mengurus segala kebutuhan kemanakannya, Wa Karamaguna. Di pulau ini dibangun sebuah istana kecil dan benteng oleh para pengikut Wa Karamaguna, dikenal sebagai benteng Kadatua.
Foto: La Ode Marzuki S.Ip
Situs benteng peninggalan Wa Pogo/Wa Karamaguna di pulau Kadatua
Situs makam Wa Pogo/Wa Karamaguna di pulau Kadatua
Betapa malangnya La Kilaponto. Namun betapa beruntungnya juga dia. Kelak peristiwa pengusiran dan pengasingannya itu akan menempanya
menjadi manusia yang lebih matang dalam mengarungi kehidupannya.
Peristiwa itu akan menjadi titik balik dalam perjalanan hidupnya. Selama
di Selayar dia bersahabat dengan tokoh dan ksatria di sana, seperti
Manjawari yang adalah sepupunya sendiri (putra La Pati Daeng Masoro) dan Batumbu (putera Raja Wajo). Batumbu juga adalah penguasa dari daerah Poleang dan Moronene.
Seperti umumnya perairan di nusantara, laut Flores
di Selayar sering terganggu oleh gangguan lanun laut. Lanun, perompak
bajak laut tersebut dikenal sebagai bajak laut Tobelo, sebagian terdiri
dari orang-orang Portugis yang menggangu
aktivitas pelayaran pengangkutan rempah-rempah di wilayah timur
nusantara baik di Sulawesi Tenggara maupun Sulawesi Selatan (baca: Sureq
Ilagaligo, Dr Van Kern). Ketika itu La Kilaponto bersama sepupunya
(Manjawari) dan sahabatnya (Batumbu),
memimpin perlawanan terhadap lanun laut tersebut. Kejar mengejar dan
pertempuran bahkan seringkali terjadi sampai ke laut lepas dan terdampar
sampai di pulau Marege (Aborigin-Australia).
Lanun
Tobelo beroperasi hampir di seluruh laut nusantara wilayah timur,
termasuk di perairan Buton yang memiliki armada pengangkut rempah-rempah
dan pelabuhan transit kapal-kapal pengangkut rempah-rempah ke wilayah
timur maupun barat. Aktivitas lanun Tobelo membuat galau Rajamulae.
Lanun Tobelo telah sangat mengganggu keamanan dan ekonomi bukan hanya
kerajaan Buton tetapi juga kerajaan lain sekitarnya. Sebagai raja dari
sebuah kerajaan yang besar di masanya, Rajamulae merasa bertanggung
jawab terhadap keamanan dan ekonomi di selat Buton dan perairan kerajaan
lain di sekitarnya. Maka Rajamulae mengambil inisiatif menghimpun dan
menyatukan semua kekuatan yang ada. Dibuatnya pula sayembara: barang
siapa yang berhasil menaklukkan lanun Tobelo berikut pemimpinnya yang
dikenal bernama La Bolontio maka akan dinikahkan dengan putri raja. Dalam Sureq I Lagaligo oleh orang Bugis-Makassar nama La Bolontio disebutkan sebagai La Bolong Tiong, artinya si hitam pekat.
Demikianlah
sejumlah ksatria dari berbagai negeri turut serta dalam persekutuan
tersebut guna menumpas lanun yang telah mengganggu perairan di
kerajaan-kerajaan di seputar jazirah tenggara sulawesi itu. Tentu saja
juga berarti ikut dalam sayembara tersebut. Rajamulae juga teringat akan
kemanakannya, La Kilaponto yang masih dalam pengasingannya di Selayar.
Maka dipanggillah kemanakannya itu. Sebelum menemui pamannya, Rajamulae,
terlebih dahulu La Kilaponto menemui ayahandanya, Sugimanuru, guna
memohon restu dan dimaafkan segala khilaf yang telah diperbuatnya. Oleh
Sugimanuru kekhilafan putranya tersebut dimaafkan dan diizinkan menemui
pamannya, menumpas lanun laut yang telah mengganggu kerajaan Buton, Muna
dan kerajaan sekitarnya. “Berangkatlah ke Buton, bantulah pamanmu dan
perbaikilah keturunanmu di sana…” demikian Sugimanuru berpesan pada
putranya.
Bersama
dengan sepupu dan sahabatnya, Manjawari dan Batumbu, maka berangkatlah
La Kilaponto bersama sejumlah pasukan yang telah disiapkan oleh Raja
Mulae untuk menumpas lanun Tobelo tersebut. La Bolong Tiong konon adalah
lanun yang sakti, berbadan tinggi, kekar dan bermata satu (atau salah
satu matanya rusak/buta). Demikianlah satu persatu, ketiga ksatria
tersebut bertarung melawan La Bolontio. Dengan strategi bertarung yang
sederhana, La Bolontio dapat ditaklukkan oleh La Kilaponto. La Bolontio
takluk, kepala dan kemaluannya dipenggal. Seluruh lanun laut itu pun
takluk oleh ketiga ksatria tersebut.
Foto: La Ode Marzuki, S.Ip
Tengkorak kepala La Bolontio
(perhatikan lubang tempat mata yang tampak hanya satu)
Dalam Buku Tembaga (Assajaru Huliqa Darul Bathniy wa Darul Munajat) dituliskan atas kemenangan pasukan gabungan dan ketiga ksatria tersebut yang dibawah naungan kerajaan Buton, Sangia yi Gola berpantun:
“La Baabaate pekapanda karomu, Lakapolukaapeelomo lungona” (wahai kupu-kupu besar, rendahkanlah dirimu, Lakapoluka telah meminta isinya). Lakapoluka adalah nama suatu tempat di Boneatiro di teluk Kapontori. Disanalah La Bolontio dikuburkan. Lungo adalah mayat yang disimpan dalam peti sebelum dikuburkan.
“Kawolena Wajo, pindana paepaeya” (ikan kering --yang dibelah-- oleh Wajo, pindangnya ikan paepaeya).
Maksud pantun itu adalah memberi gambaran bagaimana Batumbu mengamuk
membelah-belah tubuh pasukan La Bolontio. Pindangnya ikan paepaeya adalah alat vital La Bolontio yang telah dipenggal dan ditaruh dalam periuk tanah untuk diperlihatkan kepada Sangia yi Gola.
Semasa
Rajamulae (bergelar Rajamulae karena yang memulai syiar Islam) pada
tahun 1511 datanglah seorang ulama kharismatik dari Arab bernama Sayid
Abdul Wahid. Ulama kharismatik ini berhasil mengislamkan Sangia yi Gola dan kerabat kerajaan lainnya. Di kalangan masyarakat Buton Sangia yi Gola
dikenal juga dengan nama muslimnya: Umar Idgham. Dipeluknya Islam oleh
Raja dan kerabat kerajaan berpengaruh besar dalam kehidupan
ketatanegaraan dari sistem kerajaan Buton menjadi Kesultanan. Namun
sebelum ketatanegaraan itu resmi, legal dibentuk, Sayid Abdul Wahid
menyampaikan bahwa pembentukan sistem kesultanan harus dikordinasikan,
dilegalisir, disyahkan atas restu Khilafah Islamiah di Istanbul-Turki
yaitu pada Mufti Makkah dan Sultan Otsmaniah. Maka
diutuslah Sayid Abdul Wahid ke Istanbul guna mendapatkan legalitas
kerajaan menjadi kesultanan.
Setelah Sangia yi Gola, Umar
Idgham uzur dan wafat, akhirnya La Kilaponto termasuk dipertimbangkan
sebagai kandidat raja menggantikan pamannya sekaligus ayah mertuanya
sebagai Raja Buton ke-6. Melalui pertimbangan yang matang dan musyawarah
oleh Patalimbona (empat
pemimpin sebagai dewan wakil Rakyat) Lakilaponto ditetapkan menggantikan
pamannya, ayah mertuanya sebagai Raja Buton ke-6. Di Buton La Kilaponto
dikenal juga dengan gelarnya Timbang-Timbangan.
Sayid
Abdul Wahid melakukan perjalanan ke Turki selama kurang lebih 15 tahun.
Ketika beliau kembali ke Buton, yang menjabat sebagai Raja adalah La
Kilaponto. Sesuai dengan amanat Sangia yi Gola alias
Umar Idgham maka Sayid Abdul Wahid melantik secara resmi Raja Buton ke-6
La Kilaponto sebagai Sultan Buton I dengan gelar Sultan Muhammad Isa
Kaimuddin Khalifatul Khamis. Gelar Khalifatul Khamis (Khalifah ke-5)
maksudnya adalah sebagai pelanjut Khalifah yang ke-4 (Khalifah Abu
Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib). Gelar
Khalifatul Khamis umum dipakai oleh para sultan yang berada dalam
jaringan kekhalifahan Islamiah.
Versi lain mengatakan bahwa
nanti pada tahun 948 H (1538 M) bertepatan hari Jumat datanglah utusan
dari Khilafah Islamiah (Istambul-Turki) bernama Abdullah Waliullah dan
utusan syarif Makkah (Masjidil Haram) bernama Syarif Ahmad maka La Kilaponto dilantik resmi menjadi Sultan Buton I.
Pada
masa pemerintahan Sultan Murhum dengan dibantu oleh Sayid Abdul Wahid
dan Syarif Muhammad (Saidi Raba), falsafah kerajaan Buton yang telah ada
pada tahun 1292 M di zaman pemerintahan Patamiana (Patalimbona) dan Raja Buton ke-1 Wa Kaa Kaa yaitu falsafah Sara Budiman (Bhinci-Bhinciki Kuli)
kembali dielaborasi dan dikembangkan. Pada saat itu Kesultanan Buton
juga tengah menghadapi sejumlah ekspansi dari kerajaan lain seperti
kerajaan Gowa dan Ternate. Falsafah yang dielaborasi dari Sara Budiman dengan mengakulturasikan ajaran Islam adalah falsafah jihad Yinda-yindamo Karo Somanamo Lipu yang kemudian menjadi Bolimo Karo Somanamo Lipu. Kedua falsafah Kesultanan Buton tersebut (Syara Budiman dan Bolimo Karo Somonamo Lipu)
selanjutnya oleh Sultan Buton ke-4 Sultan Dayanu Ikhsanuddin bersama
ulama Saidi Raba pada tahun 1610 M dielaborasi kembali bersama ajaran Wahdatul Wujud menjadi UUD Kesultanan Buton yaitu Murtabat Tujuh dan penjelasannya dalam UU (Istiadatul Azali).
Dengan berkembangnya Islam di Kesultanan Buton maka kerajaan-kerajaan
lain sekitarnya turut pula diIslamkan termasuk kerajaan Muna dan
kerajaan Konawe. Syiar Islam yang dilakukan oleh Kesultanan Buton
setelah ulama kharismatik Sayid Abdul Wahid dan Saidi Raba dilanjutkan
oleh para ulama Buton yang digembleng dalam lingkungan keraton
Kesultanan Buton. Tugas ini diemban dan diamanatkan kepada para ulama di
Buton-- disebut sebagai Lebe (pengemban syiar Islam). Di Kerajaan Konawe agama Islam disyiarkan oleh cucu dari La Ngkariri (Sultan Buton ke-19, Oputa Sangia) bernama La Teke (masyarakat Konawe kemudian menyebutnya sebagai guru, Laode Teke).
Satu hal yang menarik bahwa berkembangnya ajaran Islam dijazirah
tenggara sulawesi adalah berkat syiar Islam yang dilakukan oleh
Kesultanan Buton dengan mengirimkan para ulamanya sebagai kontinuitas
syiar Islam yang telah dilakukan oleh para pendahulunya yaitu Sayid
Abdul Wahid dan Saidi Raba. Syiar Islam di jazirah tenggara sulawesi ini
adalah perjuangan antara ulama dan umara mulai dari Sayid Abdul Wahid,
Rajamulae (Umar Idgham), La Kilaponto (Muhammad Isa Kaimuddin), Saidi
Raba (Syarif Muhammad), La Elangi (Dayanu Ikhsanuddin), La Ngkariri
(Saqiyuddin Darul Alam).
Sultan Muhammad Isa Kaimuddin memerintah
selama 26 tahun sebagai sultan dan sebelumnya selama 20 tahun
memerintah sebagai raja. Pada tahun 1564 M, Sultan Muhammad Isa
Kaimuddin wafat. Tatkala itu usianya mencapai 86 tahun. Beliau
dimakamkan di dalam kawasan Benteng Keraton
Kesultanan Buton yang berhadapan dengan Masjid Agung Keraton Buton.
Setelah wafat beliau lebih dikenal dengan gelarnya: Sultan Murhum. Pada
dinding makam bagian depan yang bercat putih tertulis relief aksara buri Wolio (huruf Arab-Wolio): Makam Sulthan Murhum.
!!!..KISAH.NYATA TERBUKTI 100% RITUAL GHOIB MBAH SUGENG BASUKI
BalasHapusassalamualaikum.wr.wb.Kami ingin berbagi cerita kepada anda semua bahwa saya yg dulunya cuma seorang TKI di SINGAPURA. jadi pembantu rumah tangga yg gajinya tidak mencukupi keluarga dikampun,jadi TKI itu sangat menderita dan disuatu hari saya duduk2 buka internet dan tidak disengaja saya melihat komentar orang tentan.(MBAH SUGENG BASUKI).dan katanya bisa membantu orang untuk memberikan nomor yg di berikan oleh (MBAH SUGENG BASUKI) betul betul tembus dan kebetulan juga saya sering pasan nomor di SNGAPURA:akhirnya saya coba untuk menhubungi.(MBAH SUGENG BASUKI) dan ALHAMDULILLAH beliau mau membantu saya untuk memberikan nomor, diberikan (MBAH SUGENG BASUKI) .memang betul2 terbukti tembus 100% SINGAPURA yaitu:_{.0532.}: dan saya sangat bersyukur berkat bantuan (MBAH SUGENG BASUKI). kini saya bisa pulang ke INDONESIA untuk buka usaha sendiri.munGkin saya tidak bisa membalas budi baik.MBAH SUGENG BASUKI sekali lagi makasih yaa MBAH dan bagi teman2 yg menjadi TKW atau TKI seperti saya,bila butuh bantuan hubungi saja.BELIAU MBAH SUGENG BASUKI:(_0_8_5_3_9_8_3_9_4_8_3_8_:) insya ALLAH beliau akan membantu anda.Ini benar benar kisah nyata dari saya seorang TKI
Apakah anda termasuk dalam kategori di bawah ini.
1/"Dikejar-kejar hutang
2"Selaluh kalah dalam bermain togel
3"Barang berharga anda udah habis terjual Buat judi togel
4"Anda udah kemana2 tapi tidak menghasilkan solusi yg tepat
5"Udah banyak Dukun togel yang kamu tempati minta angka jitunya tapi tidak ada satupun yang berhasil. Solusi yang tepat jangan anda putus asah..(MBAH SUGENG BASUKI)
akan membantu anda semua dengan Angka ritwal/GHOIB
Apakah anda ingin,,
1. banyak rejeki,uang,harta
2. Dagangan laris manis
3. Cepat naik jabatan
4. ditakuti dan dihormati orang lain
5. lunas hutang,berapapun jumlahnya
6. selalu beruntung,jauh dari sial dan apes
7. mendapat pekerjaan,dan anti nganggur
8. cepat kaya,terpandang,
9.kesampaian smua cita cita....
_______"_______"________"________"_________"_________"_____
Semoga barmanfa'at ANDA JANGAN RAGU JANGAN TAKUT, SUDAH TERBUKTI BANYAK ORANG YANG SUKSES, HUBUNG:(MBAH SUGENG BASUKI): =>>..{+6285398394838}
angka GHOIB:SINGAPURA
angka GHOIB:HONGKONG
angka GHOIB:MALAYSIA
angka GHOIB:TOTO MAGNUM
angka GHOIB:LAOS
angka GHOIB:SIDNEY
angka GHOIB:CAMBODIA
angka GHOIB:CHINA
angka GHOIB:KOREA
angka GHOIB:TOTO KUDA
angka GHOIB:ARAB SAUDI
angka GHOIB:BRUNEI DARUSSALAM
angka GHOIB:TAIWAN
angka GHOIB:THAILAND
angka GHOIB:THAI LOTTO
angka GHOIB:THAI LOTTERY
=>>...(..WASSALAMM..) SEMOGA SUKSES SELALU...